Batin resah
Keruh rindu menjadi singa jantan
meraung kesakitan bertudung luka
bernyawa sendu semu hidup
seru malam hilang gigit semut
nyawa seakan direnggut batin yang resah
berdayung angsa mematuk telaga
hingga lesung menjadi durjana
3 Rasaku ( Nano Jiwa )
tanpa kegoisan ingin memilikinya
dan aku takkan meminta ciumannya
aku menyayanginya
namun aku juga ingin membahagiakan diriku
mungkin aku akan minta pelukannya
... aku mencintainya
jiwaku menjadi taruhan kebahagiaannya
bukan pelukan, bukan pula ciuman
bukan pula tangisan yg ku perlihatkan
namun, kan ku tuntun dengan memegang erat tangannya
dan pastikan tak salah langkah
"Dosa"
aku kamu kalian
bertingkah dalam tujuan
menjadi anjing dalam kegelapan
meniru langkah tak bertandas
nyalakan dusta itu
bodohkan perkataanmu
dan jangan sesali semua
biarkan menjadi llangkah dalam lelap
Maafkan Bila
Hati yang berontak
senyumku latar munafik
jiwa yang terkusai
kau pikir
aku berpikir
sedang ada yang terpikirkan
sungguh bukan ku senyumkan
namun
tetap aku yang tersiksa
Kota Hitam Pemuda Malang
Berdalih kota berdarah hina
Tampak langit hitam bercerita
Tentang pemuda berselimut jejak
Jalan setapak berdebu beling
Disana ditemukan keheningan
Dan tuhan masih terus menyanyikan
Lagu nyanyian tak berirama
Dari sabdaan pemuda malang
Sementara Di Kebun Kampus
Di bawah rayuan pohon markisa
Yang masih belajar
Menggapai teratak-teratak penyangganga
Terbuat dari bambu-bambu kering lepuh
melengkapi Kebun kampus
Aku masih duduk membiarkan nasi
Yang baru saja aku santap
Di pinggiran kantin kampus hijau
Hanya nasi bungkus 3 ribuan
Itu sudah cukup menelantarkan
Lapar semalam
Aku termenung
Tatkala pandanganku dicuri
Perempuan tua dikikis umur
Batu - batu di tumpuk diatas kepalanya
Seolah mengatakan
Ini untuk kebahagiaannya
Kerap kali ia tanpar batu yang di kepalanya
Hingga lemah ke tanah
Peluhnya
Ia hapus dengan sinar pagi ini
Lembab aku memandangnya
Siapa yang ingin ia bahagiakan
Ia tak seharusnya melepaskan ibu jarinya
Tak seharunya jua ia berpayung keringat
Pikiranku tercuri
Sosok wanita yang memberikanku kesempatan
Bermain di raya ini
Aku tak ingin dia seperti yg ku intip
Karena akulah yg seharusnya seperti ini
ABOT
pagi Kebun Percobaan Biologi STKIP Hamzanwadi Selong
Berpaling
Terikat dalam linangan liar
Putus asa dalam rasa yang ku idamkan
Raut wajah kusut membelai napas
Ku palingkan wajah lesuku
Menengadah langit tak bertiang
Melintas elang berkarya di langit biru
Sayap lebar dipasrahkan
Jeli pandangannya
Tak hilap sedikitpun dalam mengintai
Cukup pelan dalam menggapai angan
Sabarnya
Menuntunnya dalam mangsa pertahanan
Hingga waktu tepat tiba
Ia bergegas sekuat tenanga
09/04/12
Malam Pun Berdusta
Tergores senyum tipis langit malam
Bulan terurai terecap memalu
Seakan dicemari kedustaan awan lugu
Tampak gersang bibir cangkirku
Hanya tersisa hitam yang sepi
Rokok yang ku sanding
Perlahan tanpak ganas menyetubuhiku
Membangunkan bulu – bulu kenistaan
Sedikit sekali bubuk mesra ini
Sungguh
Menjadi nada teriakan malam
Dan beranjak ke pembatas ajal
09/04/12
Bayang
Ku gulingkan bola mata ini
Ia berpaling dariku
malu sekali dengan diri
Mengerti dengan yang ku maksud
Sedikitpun tak berpaling
Meniruku
Menjadi hantu tak terasa
Namun terlihat
Keluhanku
Kebahagiaan dengan segala yang kulakukan
Ia lempar dengan diam dan lugu
Melodi Seseorang
Dering penyimpangan keluar
mencoba mengintip malam
akar rotan berdalih untuk berhijrah
mencari irama kehidupan
hidup
mencintai
sekalipun tak bisa
hati tetap bernyanyi
hujan
acuhkan saja
seakan kau berjemur di gurun sabana
apa hidup harus mencintai
meskipun jika aku berpaling dari bibir
lalu hati tetap bernyanyi
pintu mana yang harus aku ketuk agar terbuka
setelah terbuka
jalan mana yang harus aku sisiri
seseorang menungguku
menuntun kisahku
karena aku tak mungkin bisa pulang
siapa yang benar-benar aku ingin temui sekarang
hanya seorang yang bisa di sebut dalam hati yang bertambah jumlahnya
Sebab hati ingin menjadi kuat
tidak cukup membaca
namun mengerti
tanpa memaksa diri sendiri
kedalam belas kasihan
aku akan tinggal
karena aku ingin menjadi kuat
ABOT04/04/12
EMBUN
Hingga di pucuk – pucuk bidang
Mengalir disela lenggang dedaunan
Dahaga daratan ditutupi
Menyelimuti pelindung alam
Runtuhannya terus mengaliri sela – sela kegelisahan
Hingga mahkota keindahan yang disematkn bunga terkulai lemas
Tak peduli apa yang dicucuri dengan langkahnya
Tak hirukan keberadaan apapun
Ditaunya hanya ingin terjun
Menghempas…
Melebur diri…
Embun…
Itu untuknya
Hinggap lalu berlalu
Ketik pada saatnya pasti
kepastian yang menjadi pasti
Tuk terjun kembali
Sembari memastikan ada menjaganya
25\03\12
ABOT
Dalam Kamar Hidup
seakan tak memeiliki pintu
tanpa sadar ku jatuhkan ragaku
seraya kepalaku membelakangi bantal
langit- langit kamar ini
hijau biru menipu
anyaman kulit luar bambu
diselangi kulit bagian dalamnya
diapit kayu-kayu berukir
tertata rapi
pusing aku menelusuri jalurnya
satu per satu
sementara aku masih termenung
aku masih meraba
meraba keaadaan saat ini
diatas ranjang yang tak empuk
beralaskan tikar pandan
dekat dengan lemari yang berisikan perkakasku
lemari bersampulkan cermin lebar
sesekali aku lirik kearah cermin
tidurku yang ku lihat
aku menyadari bahwa tempat ini
tempat dimana aku lepas
hidupku...
terlalu membosankan
hidupku...
membuuhkan warna berbeda
01/04/12
ABOT